KERUSUHAN di Lembaga Pemasyarakatan (LP) semakin marak
terjadi. Tilik saja kejadian di LP Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara.
Selang satu bulan kemudian, kerusuhan kembali terjadi di kota yang sama
yaitu Lapas Labuhan Ruku, Kabupaten Batubara, Medan.
Kepada
Okezone melalui sambungan telepon, Kriminolog
dari Universitas Indonesia (UI) Ikrak Sulhin, menjelaskan secara rinci
apa yang menjadi penyebab kerusuhan di LP. Berikut petikan wawancaranya:
Kisruh di Lapas tak kunjung usai. Sebenarnya apa akar persoalannya?
Sebab dasarnya, pertama, masih buruknya kondisi penjara kita, persoalan
utamanya over kapasitas. Kedua, masih lemahnya kemampuan LP untuk
memenuhi hak-hak dasar narapidana. Ketiga, terciptanya budaya penjara
yang memungkinkan memiliki posisi tawar.
Budaya penjara itu hubungan informal antara narapidana dengan petugas.
Ada kedekatan dan komunikasi yang terjadi antara keduanya. Narapidana
dan petugas saling memanfaatkan, contohnya narapidana punya uang minta
belikan makan nasi padang di luar. Kasus yang sama seperti pada kasus
Ayin dan Fredy. Keempat, lemahnya pengawasan LP sendiri.
Kerusuhan di dalam penjara ada tiga penyebabnya. Pertama, biasanya
terjadi karena konflik individual narapidana yang meluas. Misalnya
berantem sesama narapidana dan meluas.
Kedua, kerusuhan ini diciptakan bagian dari upaya melarikan diri,
sengaja membuat kerusuhan. Ketiga, perlindungan kepada narapidana atau
perlakuan petugas dalam pemenuhan hak-hak narapidana yang kurang atau
adanya penyimpangan dari kebijakan yang tidak memuaskan napi. Inilah
yang menjadi pemicu.
Mengapa kerusuhan selalu terjadi, apakah ada pihak yang menggerakan atau spontanitas dari para narapidana?
Kalau melihat perkembangan terakhir ini, saya tidak mau berspekulasi, tapi
by design
mungkin saja. Kenapa mungkin? karena polanya sama, mereka inginkan
tuntutan, tuntutan PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang remisi. Narapidana
yang dirugikan tidak mendapat hak remisi yang baru ini.
Kerusuhan ada yang murni problem internal, ada juga yang
by design untuk melarikan diri. Makanya dalam kasus kemarin sudah terlihat
by design.
Menurut Anda, sudahkah pihak Kemenkum HAM mengambil tindakan proporsional untuk memastikan insiden serupa tak terulang?
Kemenkum HAM masih memiliki kelemahan, LP buruk padahal mereka
(narapidana) perlu makan, air bersih, penerangan yang cukup, udara yang
bersih, tapi yang ada mereka tidak diperlakukan seperti manusia.
Buruknya kondisi LP tidak sepenuhnya tanggungjawab Direktorat Jendral
Pemasyarakatan, karena anggaran justru yang mengelola di Sekjen Kemenkum
HAM. Kesekjenanya yang mengelola. Misalnya soal SDM, perlu penambahan
petugas sebanyak 1.000, Sekjen merekrut 1.000, tapi hanya 500 yang
dikirimkan ke LP. Sehingga terjadi kekurangan, tidak terfasilitasi,
tidak sesuai yang dibutuhkan.
Apakah penyebab maraknya kerusuhan karena kurangya anggaran untuk merenovasi LP?
Tahun 2010 ada Rp1 triliun dikucurkan, alokasi di Kesekjenan bukan di
Direktorat Jenderal. Rp1 triliun enggak cukup dan solusi membangun LP
baru juga bukan solusi yang baik. Solusi justru di hulunya.
Misalnya untuk kejahatan kecil tidak perlu di Lapas, cukup pidana
pengawasan saja. Sama seperti menggunakan narkoba sedikit cukup
direhabilitasi.
Jika persoalannya sama antar LP, maka bisa menimbulkan kerusuhan yang sama di LP lain?
Ada kemungkinan ini akan menjalar ke tempat lain, karena persoalan
narapidana di hampir semua LP sama seperti over kapasitas. Karena
problem yang sama potensi pecah ditempat lain bisa terjadi.
Lalu apa solusinya?
Solusi jangka pendek yaitu upaya penguatan pengamanan misalnya Kemenkum HAM bekerjasama dengan TNI dan Polri untuk antisipasi.
Kemudian, melakukan dialog dengan narapidana, apa keluhan mereka selama
ini, apa ketidakpuasan mereka selama ini. Anda perlu apa? kita perlu
carikan solusinya.
Solusi jangka panjang yaitu pembaruan Peraturan Menteri Tahun 2009
seperti ada aspek SDM, aspek organisasi, fungsional, aspek strategi
media, cuma hal itu tidak terinplementasi.
Ada juga Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011, di dalam instruksi
menegaskan Peraturan Menteri yang sudah ada sebelumnya yaitu melakukan
perubahan pengawasan, pembinaan, namun sampai sekarang tidak berjalan.
Ini
political will dari Kemenkum HAM.